JakArt@2004 Festival à la Carte Artists – Teater Kail

Teater Kail

Live Music and Monologue

teater kail

Biography:  Kail Theatre was formed 7th December 1973 by Suyitno HS with Director, Sutarno SK.   Since 1974, for three years in a row, they won awards as best group, best actor and actresses, best art director, best group and best director at the Youth Theatre Festival that was held by Jakarta Art Council.  From the festival, Kail Theatre was now recognized as a great theatre such as Koma Theatre, Mandiri Theatre, Popular Theatre, Bengkel Theatre, and others.

Kail Theatre have done about 100 performances in Jakarta or other cities in Indonesia .  Amongst others are, Aduh (Ouch!), Sandiwara (Play), Prita Istri Kita (Prita, our wive), Waska, Sang Pangeran (the prince) by Arswendo Atmowiloto, Karena Namaku Amoy (because Amoy is My Name) by Yenti SK, Jika Memang Masih ada Cinta di antara Kita (If There’s Still Love Between Us) by Nani Tandjung, also several foreign plays such as Judith and Caligula by Albert Camus, Dokter Gadungan (Fake Doctor) by Moliere, Mentang-mentang dari New York, and many more.   Besides doing performances, Kail Theatre also organises many other activities such as Poetry Reading Festival, Poetry Musical, and collaboration of dance and play.

Synopsis:  Starts with Pakaba, the prologue of the play, starting Hamzah Fansuri’s journey to find himself.  Kaba tells the story of how Fansuri that lived in the 16th – 17th century entered a time tunnel and arrived in the present time, carrying a message “True Love for him from God”.  What is the meaning of the eraser?  How did he acquire the eraser which is an oddity in his time?

Hamzah Fansuri told a story that the eraser is a gift from Rabiah Al Adawiyah to him on his journey.  But then God told him to give it to a man, as a symbol of love that was lost.  Also as a warning, if human beings want true love, they have to cleansed themselves from … and selfishness.  These two things cause humans to make war and kill one another.


Biografi:  Teater Kail, sebuah kelompok teater yang berdiri sejak 1974, yang telah mementaskan banyak judul pertunjukan drama dan memenangkan bererapa penghargaan ketika ikut Festival Teater Jakarta. Pada kesempatan ini akan mempertunjukan performance poetry Love Underasure (Cinta di bawah Karet Penghapus), sebuah pertunjukan puisi karya-karya Rabi’ah Al-Adawiyah, seorang sufi ternama dari Basrah dan  Hamzah Fansuri, penyair sufi dari Barus, Aceh yang telah menciptakan bentuk pantun pertama dalam kesusastraan Melayu.

Love Underasure (Cinta di bawah Karet Penghapus) menyajikan sebuah tema universal dan aktual, yaitu hilangnya cinta. Bagaimana cinta terhapus dari hati kita, bagaimana cinta selalu salah dipahami dan jatuh dalam kekuasaan dan narsisisme, seperti yang terlihat dalam berbagai fenomena-fenomena kehidupan kita, seperti pemboman yang mengatasnamakan kecintaan pada Tuhan dan sebagainya.

Dikemas secara populer oleh sutradara kawakan Sutarno SKLove Underasure (Cinta di bawah Karet Penghapus) yang melibatkan aktris-aktris dan aktor-aktor  yang loyal dan tahan uji seperti   Nani Tandjung, Eva Hutajulu, Mala Delon, Didit, Andi Rizani serta di dukung seniman-seniman lain..

Sinopsis:  Di mulai dari Pakaba, yang menjadi Prolog pementasan ini, mengawali perjalanan Hamzah Fansuri mencari jati diri. Kaba menyampaikan bagaimana beliau yang hidup pada Abad 16 – 17, masuk ke lorong waktu dan hadir sampai  pada masa kini, dengan membawakan sebuah pesan “Cinta Sejati untuknya dari Tuhan”. Apa makna dari karet penghapus itu,? Bagaimana beliau mendapatkan karet penghapus tersebut yang merupakan suatu benda aneh di masanya?

Hamzah Fansuri  pun berkisah, bahwa karet penghapus itu dihadiahkan oleh Rabiah Al Adawiyah kepadanya dalam perjalanan pencariannya. Namun Tuhan kemudian memerintahkan untuk diberikan kepada seorang anak muda, menjadi sebuah simbol akan keterhapusan cinta. Sekaligus sebagai suatu seruan kepada manusia,  jika manusia ingin mendapatkan cinta sejati. Manusia harus membersihkan dirinya dari hasrat berkuasa dan kecintaan pada diri sendiri. Dua hal tersebut yang selama ini selalu membuat umat manusia berperang dan saling membunuh satu sama lainnya. Baik dalam pengertian harfiah maupun metaforik